‏‏‎ ‎

Komisi A dan C DPRD Kabupaten Mojokerto Kunjungi DPRD Boyolali Bahas Limbah B3

DPRDBOYOLALI – DPRD Boyolali kembali menerima kunjungan dari DPRD luar daerah. Kali ini rombongan Komisi A dan C DPRD Mojokerto datang ke DPRD Boyolali untuk studi banding terkait pelaksanaan UU ASN dan penanganan limbah serta pembangunan Infrastruktur di Boyolali, Kamis (16/3/2017).

Rombongan DPRD Mojokerto tersebut disambut langsung oleh Ketua Komisi I, III, dan Badan Kehormatan DPRD Boyolali.

Dalam kunjungan tersebut, pimpinan rombongan DPRD Mojokerto, Aang Rusli Ubaidilah menanyakan bagaimana pengelolaan limbah cair dan limbah barang beracun dan berbahaya (B3) di Boyolali. Selain itu juga terkait alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur berikut sasarannya di tahun 2017 ini.

Ketua Komisi I DPRD Boyolali, Marsono didampingi dari jajaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali dan DPU-Penataan Ruang Boyolali, menyebutkan penanganan limbah B3 dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga.

Kabid Pengendalian Pencemaran, DLH Boyolali, Bambang Subagyo menambahkan, pelibatan pihak ketiga dalam pengolahan limbah B3 dilakukan mengingat Boyolali belum memiliki alat pengolah limbah tersebut. Padahal di Boyolali, selain banyak industri juga ada limbah dari rumah sakit maupun Puskesmas yang termasuk limbah B3.

“Karena kami belum punya alatnya sehingga pengolahannya diserahkan kepada pihak ketiga,” jelas Bambang.

Limbah industri yang termasuk dalam golongan B3 menurut Bambang di antaranya yakni oli bekas, bekas lampu TL dan SL, sisa pembakaran batu bara, serta limbah lainnya.  Menurut Bambang, sejumlah perusahaan di Boyolali yang menggunakan batu bara untuk pemanas dan penggerak boiler, terdapat sekitar sembilan perusahaan, yakni PT Sari Warna Asli, PT Hanil, Safari Junindo, Solo Garmen, dan Duta Merlin.

Selain perusahaan, limbah B3 juga bisa berasal dari rumah sakit maupun Puskesmas. Limbah di antaranya yakni limbah jarum suntik, baik dari Puskesmas, bidan, maupun dokter praktik. Tekait limbah kesehatan ini, menurut Bambang sudah difasilitasi oleh  organisasi Himpunan Ahli Lingkungan Indonesia (Hakli) Boyolali.

Lebih lanjut dijelaskan Bambang, biasanya perusahaan yang memiliki limbah B3 ini sudah memiliki tempat penampungan sementara (TPS), yang digunakan untuk menampung limbah B3 sebelum diambil oleh rekanan atau pihak ketiga yang akan mengolahnya.

“Tetapi meskipun sudah ditampung di TPS, penyimpanan sementara limbah B3 kami batasi maksimal hingga tiga bulan karena sangat berbahaya dan beracun,” imbuh dia. (Humas DPRD)